Sejarah Berdirinya IPNU-IPPNU Di Indonesia
Organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) merupakan badan otonom di bawah naungan Jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU) yang menjadi wadah kaderisasi pelajar putra dan putri NU. Keduanya memiliki tujuan membentuk generasi muda yang berwawasan kebangsaan, keislaman, keilmuan, serta berakhlakul karimah. Dengan asas Ahlussunnah wal Jama’ah dan berlandaskan Pancasila, IPNU dan IPPNU menjadi organisasi yang bersifat keterpelajaran, kekaderan, kekeluargaan, kemasyarakatan, kebangsaan, dan keagamaan.
SEJARAH PENDIRIAN IPNU
Cikal bakal IPNU dimulai dari munculnya berbagai jam’iyah pelajar bersifat lokal di lingkungan pesantren, seperti Tsamrotul Mustafidin (Surabaya, 1936), PERSANO (1939), PAMNO (Malang, 1941), IMNO (1945), Ijtimauth Tholabiah dan Syubbanul Muslimin (Madura, 1945), hingga IPNO di Medan (1954). Perkumpulan lain seperti IKSIMNO (1952), PERPENO dan IPENO (1953) turut mengisi dinamika pelajar NU di era prapembentukan IPNU. Meski banyak dan tersebar, organisasi-organisasi ini tidak memiliki koordinasi nasional dan cenderung eksklusif bagi pelajar NU dan pesantren. Kekosongan wadah konsolidasi nasional ini kian terasa manakala organisasi pelajar seperti HMI dan PII telah muncul dengan skala nasional dan mendapat pengaruh besar dalam ranah politik. Keikutsertaan pelajar NU di dalamnya menimbulkan kegelisahan akibat perbedaan ideologis antara kelompok modernis dan tradisionalis.
Kesadaran akan pentingnya membentuk organisasi pelajar NU yang bersifat nasional mendorong sejumlah tokoh pelajar seperti Sofwan Cholil, Abd. Ghoni, Farida Ahmad, Maskup, dan Moh. Tolchah Mansoer menggagas pendirian IPNU. Gagasan ini disampaikan dalam Konferensi Besar LP Ma’arif di Semarang dan pada 24 Februari 1954, IPNU resmi didirikan dengan Tolchah Mansoer sebagai Ketua Umum pertama. Tanggal ini kemudian diperingati sebagai Hari Lahir IPNU. Dua bulan kemudian, IPNU mengadakan Konferensi Lima Daerah (KOLIDA) di Surakarta yang diikuti Yogyakarta, Semarang, Kediri, Surakarta, dan Jombang. Hasil konferensi memperkuat struktur organisasi dan menetapkan Yogyakarta sebagai pusat IPNU karena merupakan kota pelajar dan banyak perintis IPNU berasal dari sana.
Perjalanan IPNU ditandai dengan pesatnya pertumbuhan cabang di berbagai daerah. Muktamar I di Malang (28 Februari–5 Maret 1955) dihadiri oleh Presiden Soekarno, Menteri Agama KH. Masykur, serta jajaran PBNU, menandai pengakuan resmi IPNU sebagai badan kaderisasi NU. Setelahnya, Muktamar II (Pekalongan, 1957) dan Muktamar III (Cirebon, 1958) memperkuat struktur dan program IPNU termasuk pelaksanaan Pekan Olahraga IPNU I. Pada Kongres IPNU ke-6 di Surabaya (1988), IPNU resmi menjadi badan otonom di bawah PBNU dan asas organisasi diubah menjadi Pancasila. KH Abdurrahman Wahid sempat menggagas penggabungan IPNU dan IPPNU menjadi IRNU, namun wacana ini ditolak karena dianggap menyimpang dari khittah pelajar. IPNU tetap menjadi organisasi pelajar laki-laki NU yang berorientasi pada kepelajaran dan kaderisasi.
KH. Tolchah Mansoer
(Ketua PP IPNU Pertama)
SEJARAH PENDIRIAN IPPNU
Latar belakang pendirian IPPNU berawal dari keresahan pelajar putri NU yang tidak memiliki wadah organisasi resmi seperti halnya pelajar putra. Diskusi informal pada tahun 1954 di rumah Nyai Masyhud di Keprabon, Surakarta, yang diinisiasi oleh Umroh Mahfudzoh, Atikah Murtadlo, Lathifah Hasyim, dan lainnya, menjadi titik awal munculnya gagasan pembentukan IPNU Putri Didukung oleh tokoh muda NU seperti Mustahal Ahmad, ketua IPNU Surakarta, mereka menyusun resolusi dan mengajukan permohonan ke PP IPNU agar pelajar putri dapat turut serta dalam Kongres I IPNU di Malang. Setelah melalui perdebatan panjang dan konsultasi dengan PB Ma’arif dan PP Muslimat NU, disepakati bahwa IPNU Putri berdiri secara terpisah sebagai organisasi tersendiri pada 2 Maret 1955/8 Rajab 1374 H. Nama organisasi ini kemudian diubah menjadi Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU).
Konbes I IPPNU di Solo (1956) menandai terbentuknya Pimpinan Pusat IPPNU dengan Basyiroh Shoimuri sebagai ketua umum pertama. Kegiatan IPPNU terus berkembang, termasuk kolaborasi awal dengan IPNU pada Muktamar di Pekalongan (1957) dan Konbes Yogyakarta (1960). Pada Muktamar NU di Bandung (1967), IPPNU secara resmi diakui sebagai badan otonom dalam AD/ART NU. Perjalanan IPPNU tak luput dari tantangan. Pada Kongres IX (1987), akronim organisasi diubah menjadi Ikatan Putri-Putri NU, namun keputusan ini menimbulkan bias dan menyimpang dari khittah awal. Akhirnya, Kongres XIII IPPNU di Surabaya (2003) menetapkan kembali nama IPPNU sebagai Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama. Sejak saat itu, IPPNU menetapkan batasan usia anggota antara 12–27 tahun dan fokus pada pelajar dan santri.
Kini, IPNU dan IPPNU berperan aktif dalam mencetak kader muda NU yang memiliki kemampuan intelektual, spiritual, dan sosial yang unggul. Melalui pelatihan kader, pendidikan kepemimpinan, serta kegiatan dakwah dan sosial, IPNU dan IPPNU menjadi pilar penting bagi masa depan Nahdlatul Ulama dan bangsa Indonesia.
Ny. Hj. Umroh Machfudzoh
(Ketua PP IPPNU Pertama)
Kiprah Awal Pelajar NU Kecamatan Sedati
Pimpinan Anak Cabang (PAC) IPNU IPPNU Kecamatan Sedati didirikan sekitar tahun 1973 sebagai respons terhadap kebutuhan mendasar pembinaan generasi pelajar Nahdlatul Ulama di wilayah Sedati. Meskipun tidak banyak dokumentasi tertulis yang menjelaskan secara rinci kondisi sosial dan keagamaan saat itu, dapat dipahami bahwa organisasi ini lahir sebagai wadah penting untuk membimbing dan mengembangkan potensi pelajar yang berlandaskan nilai-nilai Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah. Inisiatif pendirian PAC IPNU IPPNU di Sedati datang dari sejumlah tokoh muda Nahdlatul Ulama yang memiliki visi kuat untuk membangun organisasi pelajar yang tidak hanya menjadi tempat berkumpul, tetapi juga sebagai pusat pengembangan kader yang religius, berakhlak, dan nasionalis.
Salah satu tokoh penting yang tercatat dalam sejarah adalah H. Akson, yang dipercaya memimpin sebagai Ketua PAC IPNU pertama. Bersama para aktivis muda lainnya, beliau merintis berbagai kegiatan seperti pengajian rutin, pelatihan kepemimpinan, dan pengabdian sosial yang menjadi fondasi organisasi. Meskipun pada masa awal sarana dan dukungan terbatas, semangat dan kerja keras para pengurus mampu menjaga keberlangsungan organisasi hingga berkembang pesat.
Hingga kini, PAC IPNU IPPNU Kecamatan Sedati membawahi 18 Ranting yang tersebar di desa-desa serta 5 Komisariat di lembaga pendidikan formal dan pesantren. Struktur organisasi berjalan konsisten sesuai standar nasional tanpa perubahan besar, menandakan keseriusan dalam pembinaan kader pelajar NU. PAC terus mengadakan kegiatan pengajian, pelatihan, dan bakti sosial yang mendukung pengembangan keilmuan dan keagamaan. Saat ini, organisasi mengusung visi dan misi “Symphony of SINAR” yang melambangkan harmoni nilai keislaman, ilmu pengetahuan, dan aksi sosial dalam sebuah gerakan pelajar NU yang progresif dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Dengan visi tersebut, PAC IPNU IPPNU Kecamatan Sedati berkomitmen mencetak kader yang cerdas secara intelektual, kuat dalam spiritualitas, dan siap berkontribusi bagi masyarakat.
Sejarah PAC IPNU IPPNU Kecamatan Sedati menggambarkan perjalanan panjang penuh semangat kebersamaan dan komitmen generasi muda Nahdlatul Ulama yang terus tumbuh, menjaga tradisi sekaligus beradaptasi dengan tantangan zaman demi keberlanjutan perjuangan NU di tengah masyarakat.